Pemilihan Umum (pemilu) yang terjadi lima tahun sekali merupakan pesta demokrasi yang terbesar di Indonesia, karena secara serempak dari sabang sampai Merauke untuk di tanggal yang sama seluruh masyarakat Indonesia sebagai warga negara yang secara hukum telah memiliki hak untuk berpolitik menyalurkan hak-nya untuk dipilih dan memilih.
Dalam pesta akbar ini, kompotitor bakal legislatif bekerja keras untuk meraih simpati masyarakat, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi keinginan mereka. Mulai dari membagi-bagikan sembako, peralatan rumah tangga, dan bahkan uang, sehingga pesta demokrasi ini identik dengan hari kasih sayang. Banyak orang baik "dadakan" (baca : tiba-tiba) yang muncul di negeri ini, yang bahkan jumlahnya dan jumlah barang/uang yang dibagikanpun melebihi jumlah yang biasa diberikan pada hari raya kurban dan juga natal dan atau bahkan di vallentine day.
Dalam memanfaatkan momen bersedekah ini.., tidak mau ketinggalan para panitia pelaksana pemilu mulai dari KPU, KPUD dan sampai KPPS, Panwas, Bawaslu dll juga berupaya untuk menikmati momen ini, sekalipun itu hanya oknum saja tetapi mereka beraksi mengatas namakan lembaga.
Merupakan rahasia umum apabila ada surat suara yang beredar di luar TPS, ada juga undangan yang beredar secara kolektif tanpa nama, dan lagi banyak masyarakat yang sudah memiliki hak berpolitik tetapi tidak mendapatkan kesempatan untuk memilih.
Kejanggalan tidak sampai di situ, ironi-nya dalam rekapitulasi suara baik tingkat TPS, PPD/PPK dan KPUD beberapa kasus tidak sinkron.
Menjadi pertanyaan adalah untuk apa dan kenapa hal itu bisa dilakukan. Apakah pesta demokrasi ini kita memilih wakil rakyat untuk men-transform aspirasi rakyat ke dalam regulasi daerah, ataukah pemilu ini adalah suatu ajang adu kekuatan dana.
Kiranya kita mengintropeksi apakah pemilu ini menghasilkan orang-orang yang betul-betul mau berjuang untuk kemajuan rakyat Papua, Indonesia ataukah Pemilu ini hanya memilih orang-orang yang berjuang untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.
Salam.